October 05, 2012

PBL blok 2 modul 1


 Pewarisan Sifat Golongan Darah
Ika Puspita*
10-2011-036
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespendensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: ika.puspita20@gmail.com

Pendahuluan :
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau dikenal dengan AIDS dapat dikatakan sebagai sindrom kerusakan pada sistem kekebalan tubuh atau imunitas seseorang. Ini adalah infeksi virus yang bisa menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati pada sistem imunitas, sehingga korbannya menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker tertentu. AIDS dikenal sebagai penyakit pertama kali pada Oktober 1980-Mei 1981 pada 5 laki-laki homoseksual yg menderita pneumonia di Los Angeles, California. Kemudian penelitian dilanjutkan dan pada 1983 ditetapkan nama AIDS dan definisinya.1 AIDS sendiri disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang kemudian menghancurkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Para ahli mengatakan bahwa AIDS hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan jarum suntik secara bersama-sama, transfusi darah, atau melalui ibu kepada anak (ASI, salah satunya). Persentase kasus AIDS terbesar terjadi pada kaum homoseksual dan pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yaitu 90%, akan tetapi terdapat juga pada perempuan yang menjadi pasangan heteroseksual dari laki-laki biseksual ataupun pemakai jarum suntik, sedangkan penderita AIDS karena transfusi darah sudah mulai berkurang karena sudah mulai menyadari.2
AIDS sendiri merupakan penyakit berat yang sejauh ini belum diketahui obatnya, dan mayoritas orang yang terkena kondisi ini sepenuhnya akan meninggal dalam dua tahun. Dengan demikian, hal ini merupakan epidemi dalam proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di Indonesia sediri tercatat pada november 2000 sudah terdapat 1.521 pengidap HIV/AIDS.3 Oleh karena penderita AIDS yang semakin meningkat maka dibutuhkan upaya penanggulangan, agar dapat mengurangi persentase penderita AIDS itu sendiri. Dibutuhkan penanganan khusus terutama karena tidak ada satupun penyakit menular seksual (PMS) yang memberikanpengaruh terhadap perilaku seksual, dan menimbulkan ketakutan pada masayarakat selain AIDS ini.2




Pembahasan :
Sebelum dilakukan usaha menanggulangi penderita AIDS (ODHA) Kita perlu untuk memahami (perilaku, sosiologis, dan psikologis) ODHA, dan membandingkan teori dengan realita yang ada.
1.        Memahami ODHA
1.1  Perilaku ODHA
Persentase penyebab AIDS terjangkit di Indonesia adalah melalui hubungan seksual, dan penggunaan jarum sangat tinggi, yakni 82%.3 kemudian melalui hubungan seksual, homoseksual dan biseksual adalah golongan yang memegang persentase tertinggi selanjutnya.
Aktivitas seksual gay, sangat memiliki kemungkinan AIDS paling besar, karena proses transfer dilakukan secara anal. Dimana penis ditempatkan pada rektum. Dalam kondisi/proses tersebut sangat mungkin jika rektum mendapat luka dan berdarah, karena rektum sendiri memiliki jaringan epitel yang memiliki sifat mudah terluka. Hal ini juga dapat terjadi pada kaum heteroseksual yang memiliki perilaku seksual seperti diatas dan melakukan aktivitas seksual tersebut pada beberapa orang.
Perilaku ODHA yang merupakan pecandu narkoba menggunakan jarum suntik biasanya adalah sociocentrism.Artinya adalah suatu faham yang dianut dimana kelompok adalah kepentingan utama, sehingga mereka cenderung menggunakan jarum suntik secara bersama-sama sehingga menjadi sulit untuk di deteksi.
Biasanya pecandu narkoba menggunakan jarum suntik ini adalah dalam kelompok, sehingga orang pertama setelah menggunakan jarum suntik, digunakan oleh orang kedua, kemudian dilanjutkan oleh orang ketiga, dst. Sehingga banyak darah yang kemudian bercampur.
Dari pembahasan tersebut, kita dapat melihat bahwa perilaku ODHA cenderung tidak konsisten, artinya perilaku yang konsisten dalam aktivitas seksual, dan penggunaan jarum suntik memiliki resiko yang sangat besar terhadap AIDS itu sendiri.

1.2  Sosiologis ODHA
Secara sosiologis, kehidupan ODHA tidak berjalan sebagaimana orang lain yang “sehat”. Stigma yang berkembang di masyarakat tertentu mengenai AIDS terkadang membuat mereka bahkan harus mengalami diskriminasi, dan prejudice (prasangka). Beberapa orang harus dikeluarkan dari pekerjaannya, dijauhi oleh keluarganya sendiri, hal seperti itu justru yang membuat kondisi mereka semakin sulit. Semakin pandemik ini mencapai puncaknya, maka semakin tinggi juga tingkat kematian, dan mengakibatkan ciri demografis masyarakat berubah.4
Penderita ODHA di masyarakat cenderung mengalami hukuman sosial antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV, diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya, dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.
Kehidupan sosial ODHA menjadi tidak mudah karena masyarakat yang cenderung mudah terpropokatif dan menghakimi suatu kondisi.

1.3  Psikologis ODHA
Psikologi ODHA tentu menjadi sangat berbeda dengan orang “sehat”. Hal ini disebabkan lingkungan sosial yang mulai mengasingkan mereka, mendiskriminasikan mereka karena citra diri mereka yang sudah menjadi negatif. Citra diri negatif ini disebabkan karena prilaku yang negatif. Perilaku negatif disebabkan karena instant learning, ingin terlihat berbeda, kuatir, takut, ingin dipentingkan, dll.
Cara berpikir yang baik adalah seseorang dapat berpikir kritis. Namun kembali lagi, pada umumnya karena stigma ODHA yang beredar di masyarakat adalah pribadi yang “bebas” sehingga umumnya cara berpikir ODHA cenderung hedonisme. Hedonisme adalah cara berpikir dimana suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya adalah baik, dan tujuan ini mengerucut kepada kesenangan semata.

2.        Membandingkan teori dengan realita
2.1  Dimensi sosial
Secara teori, seharusnya tidak ada diskriminasi terhadap hak hidup dari pengidap AIDS. Akan tetapi, terkadang karena hukum/kepercayaan yang turun temurun yang membuat diskriminasi dapat terjadi di beberapa kelompok. Bahkan kasus ini juga terkadang ditemukan di rumah sakit pemerintah, dimana mereka memberlakukan diskriminasi terhadap para pengidap AIDS, padahal seharusnya seluruh rumah sakit mematuhi peraturan dimana tidak diberlakukannya diskriminasi oleh sebab apapun.5



2.2  Dimensi psiologis
     Secara teori psikologi ODHA pasti akan menjadi lemah, tidak memiliki semangat hidup, dll. Tapi dalam kenyataannya, ODHA yang biasanya berasal dari latar belakang pekerja seks, gay, pecandu narkoba lebih memiliki psikologis yang setingkat diatas ODHA yang terkena akibat transfusi. ODHA yang dimaksud ini, biasanya dari awal sudah menyadari konsekuensi yang akan didapatnya, dan tidak peduli mengenai pendapat lingkungan sosial. Mereka lebih peduli pada “teman” nya yang memberikan kesenangan, disebut juga sociocentrism. Artinya suatu faham yang lebih mementingkan kepentingan grup.

2.3  Dimensi Religius
Dalam teori, seks bebas dan penggunaan narkoba adalah tidak diperbolehkan oleh ajaran agama manapun. Di Indonesia sendiri sudah memberlakukan upaya dengan mengadakan pendekatan menggunakan himbauan yang berisi “hindari aids dengan iman”, akan tetapi pada kenyataannya penderita AIDS tetap ada dan cenderung meningkat. Terlebih lagi dalam kasus dapat kita temukan bahwa AIDS terdapat di daerah yang religius. Hal ini membuktikan adanya pengabaian terhadap dimensi religius.

3.        Penanggulangan
3.1  Pendekatan sosial
Dukungan sosial sangat dibutuhkan bagi penderita AIDS yang sudah sangat parah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab merupakan dukungan yang paling penting.
Berikut adalah jenis dukungan yang dapat diberikan kepada ODHA.6
·         Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
·         Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk oranglain itu, dorongan maju atau perbandingan positif orang itu dengan oranglain (menambah harga diri).
·         Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya memberi pinjaman uang, atau memberi pekerjaan kepada orang yang membutuhkan.

·         Dukungan informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi, serta petunjuk. Kemudian melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui penyuluhan mengenai HIV/AIDS dan dapat mengubah stigma masyarakat tentang ODHA, sehingga tidak ada lagi dekriminasi terhadap mereka.
3.2  Pendekatan psikologis
Secara fisiologis HIV menyerang sistem kekebalan penderitanya. Akan tetapi kita juga harus memperhatikan mengenai kondisi psikologis. Jika stres mencapai tahap kelelahan , maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun yang dapat memperparah keadaan pasien, dan mempercepat terjadinya AIDS. Umumnya penanganan pada setiap kasus HIV/AIDS adalah sama, akan tetapi pada faktanya terdapat perbedaan, dan pemicu dari perbedaan itu adalah stress. Hubungan antara stress dengan sistem imunitas sendiri telah dibuktikan oleh Ader dan Freidman pada 1964.Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi stresor.6
·         Kegiatan pengalihan
·         Memperbaiki cara berpikir mengenai gambar diri
·         Mengurangi kecemasan tentang prognosis
·         Memberikan dukungan psikologis

3.3  Pendekatan Religi
Dalam hidup, kita membutuhkan pandangan (worldview), dalam kasus AIDS seperti ini dibutuhkan pendekatan terhadap ketuhanan (religious worldview) untuk mengarahkan kehidupan kita. Religious worldview juga akan membantu kita dalam.
·         Membentuk orientasi hidup
Orang yang berpendapat/berpandangan bahwa ALASAN adalah  yang menentukan hidup, maka orientasi hidupnya menekankan pada pentingnya akal. Orang yang berpandangan bahwa Allah menentukan kehidupan, maka orientasi hidupnya berdasar ada pernyataan bahwa Allah itu penting
·         Membentuk kemandirian
Seseorang yang telah mengenal worldview akan menjadi lebih kokoh dalam kehidupan. Semakin dalam seseorang memahami religious worldview yang dimiliki, mereka akan semakin dapat menerima kenyataan yang ada.
·         Membangun komunitas yang sehat
Dengan seseorang memiliki religious worldview, maka orang itu akan memiliki pandangan tersendiri mengenai suatu masalah yang ada, dan memiliki keyakinan sendiri. Kemudian keyakinan yang dipegangnya yang berdasar pada Allah akan mendorong ia untuk membangun komunitas yang sehat.

3.4  Pendekatan kedokteran
·         Teori ABCD
Teori ini diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat dan beberapa organisasi kesehatan. Teori ABCD sendiri memiliki konsep yang berbeda namun memiliki konsep yang sama pada umumnya.
A         = Abstinensia atau tak melakukan hubungan seks
B         = Be faithful atau saling setia,
C         = Condom atau mencegah dengan kondom, dan
D         = Drugs atau jangan memakai narkoba.
Namun dari konsep yang dijelaskan diatas, terdapat kata-kata yang janggal dan memunculkan pertanyaan di masyarakat. Walaupun secara sekilas, tidak ada masalah terhadap konsep tersebut, tetapi jika dianalisa maka kita baru merasakan ada kejanggalan. Misalnya penggunaan narkoba yang dapat tertular HIV/AIDS adalah narkoba dengan menggunakan jarum suntik secara berasama-sama. Kemudian bagaimana tidak melakukan hubungan seks jika sudah menikah.
Kemudian teori ABCD ini disempurnakan, menjadi :
A         = Abstain from sex bagi remaja dan belum menikah
B          = Be faithful atau setia pada pasangan
C          = Condom atau selalu menggunakan kondom
D         = Don’t use hypodermic needle atau tidak menggunakan jarum suntik bekas pengidam HIV/AIDS
Konsep yang telah disempurnakan diatas terlihat lebih masuk akal, dan dapat diterima dan dimengerti oleh masyarakat awam.
·         Kondomisasi
Cara penanggulangan ini telah diterapkan di negara-negara barat, dimana kondom telah dijual bebas, bahkan diberikan secara gratis. Tujuan dari kondomisasi ini adalah mengurangi resiko penularan AIDS ketika berhubungan seksual.
Di Thailand sendiri, pemerintah telah menerapkan bahwa penggunaan kondom menjadi wajib bagi para pekerja seks komersial dan dilarang”melayani” jika pelanggan menolak untuk menggunakan kondom. Konsep yang diterapkan ini, dalam beberapa tahun dapat mengurangi penderita AIDS secara signifikan.
Di Indonesia, justru sistem ini menjadi kontroversi. Karena posisi Indonesia yang menganut budaya timur, dan negara yang menjunjung tinggi keTuhanan. Akan tetapi bagaimanapun, kita juga harus menyadari bahwa secara teori, memang penggunaan kondom dapat mengurangi resiko penularan HIV/AIDS. Akan tetapi secara tidak langsung juga meningkatkan perilaku seks bebas.


Kesimpulan : 
AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV. Penyakit ini juga tidak dapat benar-benar disembuhkan. AIDS ditularkan melalui hubungan seks, Transfusi darah, penggunaan jarum suntik, dan oleh ibu kepada anak (ASI). Dibutuhkan pendekatan yang intens untuk dapat menanggulangi AIDS. Yaitu terdiri dari tahap memahami, membandingkan teori dan realita. Dalam menanggulangi juga dibutuhkan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Misalnya Kondomisasi kurang diterima di kalangan religius.



Daftar Pustaka
1.      Benjamin S, Weeks I, Alcamo E. AIDS : the biological basis. 4th ed. Canada: Jones&Bartlett learning;2006.
2.      Santrock JW. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga;2003.
3.       Chamim M, Laksmini GW,  Wiyana D. Pintu bnru penularan AIDS. Tempo 20 November 2000. Diunduh dari http://majalah.tempointeraktif.com/ ,1 November 2011.
4.      The sphere project . Piagam kemanusiaan dan standar minimum dalam respons bencana. Jakarta: PT.Grasido;2004.
5.      Sapathy GC. Encyclopaedia of AIDS. New Delhi: Gyan Publishing House;2003.
6.      Nursalam, Kurniawati ND. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika;2007.

No comments:

Post a Comment