December 04, 2011

PBL Blok 1 Modul 2


"Komunikasi dan Empati"
Faktor dan Tahapan Perilaku Sehat
Ika Puspita*
10-2011-036
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespendensi:
Ika Puspita
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: ika.puspita20@gmail.com
Pendahuluan :
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama adalah aspek fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengorbanan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status  kesehatan individu maupun masyarakat.
Perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor internal yang meliputi kepribadian, motivasi, dan persepsi, dan yang kedua adalah faktor eksternal yang meliputi komunikasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan ketika menangani dirinya. Perubahan perilaku juga melalui 5 tahap, yaitu :
1.      Prekontemplasi
2.      Kontemplasi
3.      Persiapan
4.      Tindakan
5.      Pemeliharaan
Perubahan perilaku tersebut tergantung pada bagaimana individu itu sendiri. Dan perubahan perilaku juga akan membawa akibat baik ataupun akibat buruk.

Tujuan :
1.      Untuk menginformasikan mengenai bagaimana perilaku sehat
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku
3.      Untuk mengetahui tahapan-tahapan perubahan perilaku

Pembahasan :
1.      Pengertian
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tndakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.1
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi
Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam dan dari luar individu.

2.1.Faktor Internal
Aspek dari dalam individu yang berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku ialah kepribadian, motivasi, dan persepsi.1
Kepribadian
Kepribadian adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang menetap, dan bersifat khas pada seseorang dalam caranya mengadakan hubungan, caranya berfikir, tentang lingkungan dan dirinya sendiri.2
Aspek yang terdapat dalam kepribadian seseorang dan berpengaruh terhadap perubahan perilaku :
·         Tempramen merupakan salah satu aspek kepribadian yang berhubungan erat dengan konstitusi jasmani. Oleh karena itu tempramen lebih sukar diubah oleh pengaruh lingkungan luar, karena sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologik tubuh. Dan menetap seumur hidup.
·         Watak merupakan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan (stimulus). Watak berkaitan erat dengan fungsi saraf pusat. Dan terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang. Watak juga dipengaruhi oleh faktor eksogen, seperti lingkungan, pengalaman, dan pendidikan.
  • Disiplin / patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al, 1999).
Motivasi
Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan. Dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan/perilaku. Motivasi timbul karena adanya dorongan atau keinginan yang harus dipenuhi. Tetapi setelah satu tujuan tercapai, maka biasanya timbul keinginan/kebutuhan lain, yang menimbulkan motivasi baru.motivasi yang rendah biasanya menghasilkan tindakan yang juga kurang kuat.1
Persepsi
Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Mengenai konsepsi sehat dan sakit juga dapat dipersepsikan berbeda, sehingga akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri (subyektif). Oleh sebab itu, petugas kesehatan juga perlu untuk menyelidiki mengenai persepsi sehat dan sakit, mencoba mengerti mengapa persepsi tersebut  sampai berkembang sedemikian rupa dan mengusahakan mengubah persepsi tersebut agar mendekati konsep yang lebih obyektif.
2.2.Faktor Eksternal
Sedangkan aspek dari luar individu yang berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku ialah komunikasi yang dilakukan petugas kesehatan (dokter).

Komunikasi dokter-pasien
Komunikasi adalah interaksi penuh makna antara sesama manusia dimana makna dipertukarkan sehingga terjadi pemahaman.2
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya komunikasi antara dokter-pasien, diantaranya adalah reaksi individu terhadap jenis penyakit tertentu, sosial budaya, jarak sosial, dll.1
·         Reaksi individu terhadap jenis penyakit tertentu, juga sangat berpengaruh terhadap komunikasi dokter-pasien. Pada kasus-kasus yang “memalukan” atau mengakibatkan stigma (penyakit kelamin, AIDS, ataupun hamil diluar nikah) relasi dokter-pasien cenderung akan berbentuk aktif-pasif, sedangkan untuk pasien dengan penyakit “normal”, hubungan tersebut akan lebih bersifat bimbingan-kerjasama.
·         Perbedaan sosial budaya antara pasien dengan dokternya juga mempengaruhi sifat relasi mereka. Di Indonesia seringkali petugas kesehatan ditempatkan di daerah yang keadaan sosial budayanya tidak sama dengan latar belakang sosial budaya petugas kesehatan tersebut.  Dengan demikian maka kesulitan dalam berkomunikasi betambah,  sebab petugas tidak menguasai bahasa setempat dan tidak mengenal budaya setempat. Sehingga kemauan untuk mempelajari budaya setempat sangat diperlukan agar komunikasi menjadi lancar.
·         Masalah yang juga sering timbul ialah jarak sosial antara dokter dan pasiennya karena jarak sosial ini menyulitkan komunikasi diantara mereka. Pengalaman dan studi dari berbagai negara memperlihatkan bahwa dokter lebih mudah berkomunikasi dengan pasien-pasien yang berasal dari tingkat sosial yang hampir sama dengannya. Dokter cenderung memberikan informasi lebih sedikit kepada pasien dari tingkat sosial rendah dan pasien lebih banyak bertanya tentang penyakitnya. Secara singkat, komunikasi antara dokter-pasien menengah keatas lebih baik daripada tingkat rendah.
Dalam berkomunikasi, penting sekali untuk melakukan analisa transaksionil. Suatu sistem yang diperkenalkan oleh Eric Berne (1961). Analisa transaksionil adalah memusatkan perhatian pada interaksi yang sedang berlangsung dalam pengobatan. Proses analisa transaksi dalam hubungan sosial antar dua atau lebih individu berbeda. Salah satu interaksi yang dapat di analisa adalah struktural analisis, dimana struktural analisis adalah analisa kepribadian seseorang. Kepribadian di anggap sebagai bagian/okmum yaitu cara berfikir, menghayati sesuatu dan bertindak. Manusia mempunyai 3 okmum yang dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialaminya.2
·         Okmum orang tua (O)     : protektif, kritis, membimbing, membelai, dan memiliki opini tertentu yang cenderung tidak dapat diubah.
·         Okmum dewasa (D)         : berorientasi pada kenyataan, memberikan keterangan yang diperlukan, percaya diri, melakukan koreksi bila perlu, memahami, dan berpikir mengenai alternatif tertentu.
·         Okmum kanak-kanak (K) : berperilaku berdasarkan perasaan, fantasi, ingin di bina, memberontak, ceria.
Setiap orang memiliki ketiga okmum tersebut dan dapat ditempatkan di saat yang menurutnya tepat, dan penanganan terhadap okmum tersebut tidaklah harus sesuai dengan okmum yang ditangani, misal O-O, D-D, K-K. Namun, kita harus mengambil tindakan netral dan kita membawa okmum tersebut mengikuti kita. Misalnya saat kita menangani pasien dengan penampilan okmum O maka sebaiknya kita menampilkan okmum D, dimana okmum O yang kritis dan okmum D berorientasi pada kenyataan, percaya diri dan melakukan berani melakukan koreksi. Sedangkan ketika kita menangani pasien dengan penampilan okmum K maka sebaiknya kita menampilkan okmum O/D, dimana okmum K ingin dibina,dikasihi dan okmum O memiliki sifat membimbing dan membelai atau okmum D yang dapat memahami.
Untuk menangani pasien diperlukan cara interaksi yang berbeda, sehingga pasien mendapatkan informasi yang benar dan tepat. Dalam hubungan antara dokter-pasien, terdapat 3 tipe interaksi menurut Szasz dan Holender (1956).3
·         Hubungan Aktif-Pasif, dokter bertindak secara aktif dan pasien bertindak secara pasif. Situasi hubungan seperti ini terdapat pada kasus keadaan darurat (seperti dalam keadaan luka parah, banyak kehilangan darah, atau keadaan tidak sadar). Pasien benar-benar tidak berdaya waktu dokter menanganinya. Sehingga petugas medis hanya memerlukan sedikit interaksi antara dokter dan pasien : mengawasi, mengikat, memberikan anestesi, dll. Pengobatan dilakukan tanpa diperlukan partisipasi/bantuan pasien.
·         Hubungan bimbingan-kerjasama, menyangkut hubungan dokter-pasien pada keadaan yang kurang gawat dibandingkan dengan tipe interaksi sebelumnya. Hubungan ini biasanya tampak pada kasus penanganan penyakit akut, terutama penyakit menular. Meskipun pasien itu sakit namun ia masih sadar tentang keadaannya, masih sanggup menerima instruksi dan melakukan penilaian, serta pendapat mereka harus dipertimbangkan selaku manusia. Secara singkat, dalam situasi seperti itu harus dipertimbangkan selaku manusia. Secara singkat, dalam situasi seperti itu pasien diharapkan menyadari bahwa dokter memiliki pengetahuan yang lebih dan menunggu apa yang diinstruksikan dokter, kemudian melaksanakannya dan sembuh.
·         Hubungan saling membantu (mutual participation), model ini dianggap penting dalam menangani penderita penyakit kronis dimana program pengobatan dilaksanakan sendiri oleh pasien sedangkan instruksi dokter hanya diperlukan sekali-sekali. Menurut model hubungan ini, dokter membantu pasien untuk menolong dirinya sendiri. Untuk kesempurnaan pengobatan maka dokter membutuhkan partisipasi pasien, dan pasien membutuhkan partisipasi dokter. Contoh kasus yang sering menggunakan tipe interaksi ini adalah penderita diabetes mellitus dan perokok.Sehubungan dengan, penyakit diabetes mellitus, pasien memerlukan keahlian dokter akan tetapi dokter juga memerlukan laporan pasien tentang kadar gula, agar melakukan diet, dan mengubah pemakaian dosis obat atau insulin. Bila diperlukan.
3.      Perubahan perilaku sehat
Seseorang yang mendapat suatu pelayanan kesehatan tentu memiliki harapan akan terjadinya perubahan perilaku. Dari sebelumnya perilaku sakit menjadi perilaku sehat. Akan tetapi perubahan perilaku itu tidak serta merta terjadi begitu saja. Terdapat setidaknya 5 tahapan menurut James Prochaska dan Carlo DeClemente (1979).4
·         Prekontemplasi
Tahap perubahan awal semacam ini disebut juga dengan tahap pra-perenungan. Dalam tahap ini orang tersebut tidak tertarik dan tidak terpikir untuk berubah. Orang pada tahap ini sering disebut sebagai “dalam pengelakan” Hal ini disebabkan karena pengakuannya bahwa perilaku mereka tidak ada masalah. Dalam beberapa hal, orang pada tahap ini belum menyadari apabila perilaku mereka itu merusak atau mendapat masukan akan timbulnya konsekwensi kalau melakukan tindakan untuk berubah.
Strategi yang dapat dilakukan adalah edukasi mengenai bahaya atas perilakunya, dan manfaat yang akan di dapat dari perubahan perilakunya.
·         Kontemplasi
Pada tahap ini, orang menjadi semakin sadar akan manfaat potensial bila membuat perubahan, tetapi sayangnya banyak memerlukan waktu dan biaya. Konflik ini menciptakan perilaku ke-mendua-an yang kuat mengenai perubahan. Sebab dari ketidakmenentuan ini, tahapan perenungan terhadap perubahan bisa berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sesungguhnya banyak orang yang tidak berhasil melakukan perenungan itu di masa lalu. Secara singkat, dalam tahap perenungan (kontemplasi) ini, orang sudah memiliki niat namun masih memiliki banyak pertimbangan sehingga belum siap untuk berkomitmen.
Strategi yang dapat dilakukan adalah penekanan terhadap bahaya atas perilakunya, dan perluas manfaat yang akan didapat, serta melakukan tes.
·         Persiapan
Individu sudah mulai siap untuk melakukan perubahan dan ingin mengejar suatu tujuan. Dalam tahap ini biasanya seseorang sudah mulai menurunkan intensitas, melakukan konsultasi dengan ahli, mengumpulkan informasi-informasi, dan mencari orang-orang yang akan mendukung perubahan perilakunya.
Strategi yang dapat dilakukan adalah membuat daftar kata-kata yang dapat memotivasi diri untuk bertindak.
·         Tindakan
Pada tahap perubahan keempat ini, individu mulai melakukan tindakan langsung untuk mencapai tujuan mereka. Dan memberlakukan tindakan ini selama 6 bulan. Tindakan ini juga dirasa mulai membawa manfaat terhadap kualitas hidup individu.  Dalam tahap ini individu sudah mulai memantapkan langkah dan berusaha mencari motivasi atau dorongan sebanyak-banyaknya untuk melakukan tindakan.
Strategi yang dapat dilakukan adalah waktu secara berkala untuk mengkaji ulang motivasi, sumber-sumber daya serta kemajuan-kemajuan agar menyegarkan kembali komitmen dan keyakinan yang mewarnai kemampuan-kemampuan kita.
·         Pemeliharaan
Tujuan yang di harapkan sudah tercapai melalui tindakan yang telah dilakukannya, sehingga tercipta motivasi selanjutnya untuk terus melakukan hal tersebut untuk mempertahankan yang sudah dicapai. Dan ini dapat dikatakan juga sebagai tahap stabil dimana godaan untuk kembali kepada perilaku terdahulu tidak mempengaruhi komitmennya.

DAFTAR PUSTAKA


Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.           Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Hidayat,Dan, dkk. 2011. Komunikasi dan Empati. Bahan kuliah. Jakarta
Muzaham, Fauzi. 1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia Press



No comments:

Post a Comment