Pewarisan Sifat Golongan Darah
Ika
Puspita*
10-2011-036
Mahasiswa
Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat
Korespendensi:
Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.
Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No.
Telp (021) 5694-2061, e-mail: ika.puspita20@gmail.com
Pendahuluan :
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau dikenal dengan AIDS
dapat dikatakan sebagai sindrom kerusakan pada sistem kekebalan tubuh atau
imunitas seseorang. Ini adalah infeksi virus yang bisa menyebabkan kerusakan
parah dan tidak bisa diobati pada sistem imunitas, sehingga korbannya menjadi
rentan terhadap infeksi dan kanker tertentu. AIDS dikenal sebagai penyakit
pertama kali pada Oktober 1980-Mei 1981 pada 5 laki-laki homoseksual yg menderita
pneumonia di Los Angeles, California. Kemudian penelitian dilanjutkan dan pada
1983 ditetapkan nama AIDS dan definisinya.1 AIDS sendiri disebabkan
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang kemudian
menghancurkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Para ahli mengatakan bahwa AIDS
hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan jarum suntik secara
bersama-sama, transfusi darah, atau melalui ibu kepada anak (ASI, salah
satunya). Persentase kasus AIDS terbesar terjadi pada kaum homoseksual dan
pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yaitu 90%, akan tetapi terdapat
juga pada perempuan yang menjadi pasangan heteroseksual dari laki-laki
biseksual ataupun pemakai jarum suntik, sedangkan penderita AIDS karena
transfusi darah sudah mulai berkurang karena sudah mulai menyadari.2
AIDS sendiri merupakan
penyakit berat yang sejauh ini belum diketahui obatnya, dan mayoritas orang
yang terkena kondisi ini sepenuhnya akan meninggal dalam dua tahun. Dengan
demikian, hal ini merupakan epidemi dalam proporsi yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Di Indonesia sediri tercatat pada november 2000 sudah terdapat
1.521 pengidap HIV/AIDS.3 Oleh karena penderita AIDS yang semakin
meningkat maka dibutuhkan upaya penanggulangan, agar dapat mengurangi
persentase penderita AIDS itu sendiri. Dibutuhkan penanganan khusus terutama
karena tidak ada satupun penyakit menular seksual (PMS) yang memberikanpengaruh
terhadap perilaku seksual, dan menimbulkan ketakutan pada masayarakat selain
AIDS ini.2
Pembahasan :
Sebelum dilakukan usaha
menanggulangi penderita AIDS (ODHA) Kita perlu untuk memahami (perilaku,
sosiologis, dan psikologis) ODHA, dan membandingkan teori dengan realita yang
ada.
1.
Memahami
ODHA
1.1
Perilaku ODHA
Persentase penyebab AIDS terjangkit di
Indonesia adalah melalui hubungan seksual, dan penggunaan jarum sangat tinggi,
yakni 82%.3 kemudian melalui hubungan seksual, homoseksual dan
biseksual adalah golongan yang memegang persentase tertinggi selanjutnya.
Aktivitas seksual gay, sangat memiliki
kemungkinan AIDS paling besar, karena proses transfer dilakukan secara anal.
Dimana penis ditempatkan pada rektum. Dalam kondisi/proses tersebut sangat
mungkin jika rektum mendapat luka dan berdarah, karena rektum sendiri memiliki
jaringan epitel yang memiliki sifat mudah terluka. Hal ini juga dapat terjadi
pada kaum heteroseksual yang memiliki perilaku seksual seperti diatas dan
melakukan aktivitas seksual tersebut pada beberapa orang.
Perilaku ODHA yang merupakan pecandu narkoba
menggunakan jarum suntik biasanya adalah sociocentrism.Artinya adalah suatu
faham yang dianut dimana kelompok adalah kepentingan utama, sehingga mereka
cenderung menggunakan jarum suntik secara bersama-sama sehingga menjadi sulit
untuk di deteksi.
Biasanya pecandu narkoba menggunakan jarum
suntik ini adalah dalam kelompok, sehingga orang pertama setelah menggunakan
jarum suntik, digunakan oleh orang kedua, kemudian dilanjutkan oleh orang
ketiga, dst. Sehingga banyak darah yang kemudian bercampur.
Dari pembahasan tersebut, kita dapat melihat
bahwa perilaku ODHA cenderung tidak konsisten, artinya perilaku yang konsisten
dalam aktivitas seksual, dan penggunaan jarum suntik memiliki resiko yang
sangat besar terhadap AIDS itu sendiri.
1.2
Sosiologis ODHA
Secara sosiologis, kehidupan ODHA tidak
berjalan sebagaimana orang lain yang “sehat”. Stigma yang berkembang di
masyarakat tertentu mengenai AIDS terkadang membuat mereka bahkan harus
mengalami diskriminasi, dan prejudice (prasangka). Beberapa orang harus
dikeluarkan dari pekerjaannya, dijauhi oleh keluarganya sendiri, hal seperti
itu justru yang membuat kondisi mereka semakin sulit. Semakin pandemik ini
mencapai puncaknya, maka semakin tinggi juga tingkat kematian, dan
mengakibatkan ciri demografis masyarakat berubah.4
Penderita ODHA di masyarakat cenderung mengalami hukuman sosial antara
lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi,
dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV, diwajibkannya uji coba
HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan
kerahasiaannya, dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi
HIV.
Kehidupan sosial ODHA
menjadi tidak mudah karena masyarakat yang cenderung mudah terpropokatif dan
menghakimi suatu kondisi.
1.3
Psikologis ODHA
Psikologi ODHA tentu menjadi sangat berbeda dengan orang “sehat”. Hal
ini disebabkan lingkungan sosial yang mulai mengasingkan mereka,
mendiskriminasikan mereka karena citra diri mereka yang sudah menjadi negatif.
Citra diri negatif ini disebabkan karena prilaku yang negatif. Perilaku negatif
disebabkan karena instant learning, ingin terlihat berbeda, kuatir, takut,
ingin dipentingkan, dll.
Cara berpikir yang baik adalah seseorang dapat berpikir kritis. Namun
kembali lagi, pada umumnya karena stigma ODHA yang beredar di masyarakat adalah
pribadi yang “bebas” sehingga umumnya cara berpikir ODHA cenderung hedonisme.
Hedonisme adalah cara berpikir dimana suatu tindakan dikatakan baik jika
tujuannya adalah baik, dan tujuan ini mengerucut kepada kesenangan semata.
2.
Membandingkan
teori dengan realita
2.1
Dimensi sosial
Secara teori, seharusnya tidak ada
diskriminasi terhadap hak hidup dari pengidap AIDS. Akan tetapi, terkadang
karena hukum/kepercayaan yang turun temurun yang membuat diskriminasi dapat
terjadi di beberapa kelompok. Bahkan kasus ini juga terkadang ditemukan di
rumah sakit pemerintah, dimana mereka memberlakukan diskriminasi terhadap para
pengidap AIDS, padahal seharusnya seluruh rumah sakit mematuhi peraturan dimana
tidak diberlakukannya diskriminasi oleh sebab apapun.5
2.2
Dimensi psiologis
Secara teori psikologi ODHA pasti akan menjadi lemah, tidak memiliki semangat hidup, dll. Tapi dalam kenyataannya, ODHA yang biasanya berasal dari latar belakang pekerja seks, gay, pecandu narkoba lebih memiliki psikologis yang setingkat diatas ODHA yang terkena akibat transfusi. ODHA yang dimaksud ini, biasanya dari awal sudah menyadari konsekuensi yang akan didapatnya, dan tidak peduli mengenai pendapat lingkungan sosial. Mereka lebih peduli pada “teman” nya yang memberikan kesenangan, disebut juga sociocentrism. Artinya suatu faham yang lebih mementingkan kepentingan grup.
Secara teori psikologi ODHA pasti akan menjadi lemah, tidak memiliki semangat hidup, dll. Tapi dalam kenyataannya, ODHA yang biasanya berasal dari latar belakang pekerja seks, gay, pecandu narkoba lebih memiliki psikologis yang setingkat diatas ODHA yang terkena akibat transfusi. ODHA yang dimaksud ini, biasanya dari awal sudah menyadari konsekuensi yang akan didapatnya, dan tidak peduli mengenai pendapat lingkungan sosial. Mereka lebih peduli pada “teman” nya yang memberikan kesenangan, disebut juga sociocentrism. Artinya suatu faham yang lebih mementingkan kepentingan grup.
2.3
Dimensi Religius
Dalam teori, seks bebas dan penggunaan narkoba
adalah tidak diperbolehkan oleh ajaran agama manapun. Di Indonesia sendiri sudah
memberlakukan upaya dengan mengadakan pendekatan menggunakan himbauan yang
berisi “hindari aids dengan iman”, akan tetapi pada kenyataannya penderita AIDS
tetap ada dan cenderung meningkat. Terlebih lagi dalam kasus dapat kita temukan
bahwa AIDS terdapat di daerah yang religius. Hal ini membuktikan adanya
pengabaian terhadap dimensi religius.
3.
Penanggulangan
3.1
Pendekatan sosial
Dukungan sosial sangat dibutuhkan bagi
penderita AIDS yang sudah sangat parah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa
dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab merupakan dukungan
yang paling penting.
Berikut adalah jenis dukungan yang dapat
diberikan kepada ODHA.6
·
Dukungan emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
·
Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan
positif untuk oranglain itu, dorongan maju atau perbandingan positif orang itu
dengan oranglain (menambah harga diri).
·
Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya memberi
pinjaman uang, atau memberi pekerjaan kepada orang yang membutuhkan.
·
Dukungan informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan,
informasi, serta petunjuk. Kemudian melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui
penyuluhan mengenai HIV/AIDS dan dapat mengubah stigma masyarakat tentang ODHA,
sehingga tidak ada lagi dekriminasi terhadap mereka.
3.2
Pendekatan psikologis
Secara fisiologis HIV menyerang sistem
kekebalan penderitanya. Akan tetapi kita juga harus memperhatikan mengenai
kondisi psikologis. Jika stres mencapai tahap kelelahan , maka dapat
menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun yang dapat memperparah keadaan pasien,
dan mempercepat terjadinya AIDS. Umumnya penanganan pada setiap kasus HIV/AIDS
adalah sama, akan tetapi pada faktanya terdapat perbedaan, dan pemicu dari
perbedaan itu adalah stress. Hubungan antara stress dengan sistem imunitas
sendiri telah dibuktikan oleh Ader dan Freidman pada 1964.Beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi stresor.6
·
Kegiatan pengalihan
·
Memperbaiki cara berpikir mengenai gambar diri
·
Mengurangi kecemasan tentang prognosis
·
Memberikan dukungan psikologis
3.3
Pendekatan Religi
Dalam hidup, kita membutuhkan pandangan
(worldview), dalam kasus AIDS seperti ini dibutuhkan pendekatan terhadap
ketuhanan (religious worldview) untuk mengarahkan kehidupan kita. Religious
worldview juga akan membantu kita dalam.
·
Membentuk orientasi hidup
Orang yang berpendapat/berpandangan bahwa
ALASAN adalah yang menentukan hidup,
maka orientasi hidupnya menekankan pada pentingnya akal. Orang yang
berpandangan bahwa Allah menentukan kehidupan, maka orientasi hidupnya berdasar
ada pernyataan bahwa Allah itu penting
·
Membentuk kemandirian
Seseorang yang telah mengenal worldview akan
menjadi lebih kokoh dalam kehidupan. Semakin dalam seseorang memahami religious
worldview yang dimiliki, mereka akan semakin dapat menerima kenyataan yang ada.
·
Membangun komunitas yang sehat
Dengan seseorang memiliki religious worldview,
maka orang itu akan memiliki pandangan tersendiri mengenai suatu masalah yang
ada, dan memiliki keyakinan sendiri. Kemudian keyakinan yang dipegangnya yang
berdasar pada Allah akan mendorong ia untuk membangun komunitas yang sehat.
3.4
Pendekatan kedokteran
·
Teori ABCD
Teori ini diterapkan oleh pemerintah Amerika
Serikat dan beberapa organisasi kesehatan. Teori ABCD sendiri memiliki konsep
yang berbeda namun memiliki konsep yang sama pada umumnya.
A = Abstinensia atau tak melakukan
hubungan seks
B = Be faithful atau saling setia,
C = Condom atau mencegah dengan kondom,
dan
D = Drugs atau jangan memakai narkoba.
Namun dari
konsep yang dijelaskan diatas, terdapat kata-kata yang janggal dan memunculkan
pertanyaan di masyarakat. Walaupun secara sekilas, tidak ada masalah terhadap
konsep tersebut, tetapi jika dianalisa maka kita baru merasakan ada
kejanggalan. Misalnya penggunaan narkoba yang dapat tertular HIV/AIDS adalah
narkoba dengan menggunakan jarum suntik secara berasama-sama. Kemudian
bagaimana tidak melakukan hubungan seks jika sudah menikah.
Kemudian
teori ABCD ini disempurnakan, menjadi :
A = Abstain from sex bagi remaja dan
belum menikah
B = Be faithful atau setia pada pasangan
C = Condom atau selalu menggunakan
kondom
D = Don’t
use hypodermic needle atau tidak menggunakan jarum suntik bekas pengidam
HIV/AIDS
Konsep yang
telah disempurnakan diatas terlihat lebih masuk akal, dan dapat diterima dan
dimengerti oleh masyarakat awam.
·
Kondomisasi
Cara penanggulangan ini
telah diterapkan di negara-negara barat, dimana kondom telah dijual bebas,
bahkan diberikan secara gratis. Tujuan dari kondomisasi ini adalah mengurangi
resiko penularan AIDS ketika berhubungan seksual.
Di Thailand sendiri,
pemerintah telah menerapkan bahwa penggunaan kondom menjadi wajib bagi para
pekerja seks komersial dan dilarang”melayani” jika pelanggan menolak untuk
menggunakan kondom. Konsep yang diterapkan ini, dalam beberapa tahun dapat
mengurangi penderita AIDS secara signifikan.
Di Indonesia, justru
sistem ini menjadi kontroversi. Karena posisi Indonesia yang menganut budaya
timur, dan negara yang menjunjung tinggi keTuhanan. Akan tetapi bagaimanapun,
kita juga harus menyadari bahwa secara teori, memang penggunaan kondom dapat
mengurangi resiko penularan HIV/AIDS. Akan tetapi secara tidak langsung juga
meningkatkan perilaku seks bebas.
Kesimpulan :
AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV. Penyakit ini juga tidak dapat benar-benar disembuhkan. AIDS ditularkan melalui hubungan seks, Transfusi darah, penggunaan jarum suntik, dan oleh ibu kepada anak (ASI). Dibutuhkan pendekatan yang intens untuk dapat menanggulangi AIDS. Yaitu terdiri dari tahap memahami, membandingkan teori dan realita. Dalam menanggulangi juga dibutuhkan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Misalnya Kondomisasi kurang diterima di kalangan religius.
AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh HIV. Penyakit ini juga tidak dapat benar-benar disembuhkan. AIDS ditularkan melalui hubungan seks, Transfusi darah, penggunaan jarum suntik, dan oleh ibu kepada anak (ASI). Dibutuhkan pendekatan yang intens untuk dapat menanggulangi AIDS. Yaitu terdiri dari tahap memahami, membandingkan teori dan realita. Dalam menanggulangi juga dibutuhkan penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Misalnya Kondomisasi kurang diterima di kalangan religius.
Daftar Pustaka
1.
Benjamin S, Weeks I, Alcamo E. AIDS : the biological basis. 4th
ed. Canada: Jones&Bartlett learning;2006.
2.
Santrock JW. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga;2003.
3.
Chamim M, Laksmini GW, Wiyana D. Pintu bnru penularan AIDS. Tempo 20
November 2000. Diunduh dari http://majalah.tempointeraktif.com/ ,1 November 2011.
4.
The sphere project . Piagam kemanusiaan dan standar minimum dalam
respons bencana. Jakarta: PT.Grasido;2004.
5.
Sapathy GC. Encyclopaedia of AIDS. New Delhi: Gyan Publishing
House;2003.
6.
Nursalam, Kurniawati ND. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika;2007.
No comments:
Post a Comment